Rabu, 30 November 2011

Kisah Wanita Berpurdah

Suatu hari aku berjalan melalui pasar. Bertepatan dengan kumandang adzan, aku melihat seorang wanita. Wanita itu ganjil cantiknya. Dia berpaling kepadaku seolah-olah tahu bahwa aku memperhatikannya. Malah dia memberikanku anggukan kecil penuh makna sebelum dia berpaling di satu sudut menuju ke lorong penjual sutra.

Bagaikan terkena panah halilintar, aku serta-merta tertarik, hatiku terpukau dengan wanita itu. Dalam kepayahan aku berdebat dengan hatiku, memberikan satu demi satu alasan untuk meneruskan langkahku ke masjid untuk melaksanakan sholat yang sudah waktunya, namun perdebatan ternyata gagal. Aku memutuskan untuk mengikut wanita tersebut.

Aku bergegas mengejar wanita itu, nafasku habis dan terengah manakala wanita itu tanpa disangka mempercepat langkahnya. Dia telah berada jauh beberapa kedai di hadapan. Seketika dia memalingkan wajahnya padaku, serasa aku dapat melihat cahaya senyuman nakal wanita itu dibalik purdah hitamnya. "Adakah ini khayalanku saja?" bisik hatiku. Akalku seolah-olah tidak berfungsi pada waktu itu.

"Siapakah wanita itu?"

Aku memantapkan langkahku dan memasuki lorong dimana wanita itu kulihat masuk. Wanita itu terus melangkah dan senantiasa jauh dihadapanku, masih belum dapat aku kejar, semakin jauh dan jauh. Aku menjadi penasaran dan terus mengejarnya.

"Apakah wanita itu orang gila?" hatiku berbisik

Semakin jauh nampaknya wanita itu berjalan hingga ke penghujung bandar. Mentari turun dan tenggelam, dan wanita tersebut masih berada jauh di hadapanku. Sekarang, kami berada di tempat yang tidak disangka, sebuah perkuburan lama.

Kalaulah aku sadar seperti biasanya, pasti aku akan merasa gemetar, tapi aku terfikir, tempat yang lebih ganjil dari ini biasa dijadikan tempat pasangan kekasih memadu asmara. Dalam 60 langkah di antara kami aku melihat wanita itu memandang ke arahku, menunjuk arah, kemudian turun ke tangga dan melalui pintu bangunan sebuah kubur tua.

Kalaulah aku tidak diamuk senyuman wanita itu tadi, pasti aku berhenti sebentar dan memegun masa, tapi sekarang tiada guna berpaling arah, aku menuruni tangga tersebut dan mengekori wanita itu ke dalam bangunan kubur itu. Di dalam bilik bangunan kubur itu, kudapati wanita itu duduk di atas ranjang yang mewah, berpakaian serba hitam masih berpurdah, bersandar pada bantal yang diletak pada dinding, diterangi cahaya lilin pada dinding bilik itu. Di sebelah ranjang itu, aku terpandang sebuah lubang perigi. "Kuncikan pintu itu," kata wanita itu, dengan suara yang halus gemersik seumpama berbisik, "dan bawakan kuncinya."

"Buangkan kunci tersebut ke dalam perigi itu," kata wanita itu. Aku tergamam sebentar, kalaulah ada saksi di situ, pasti saksi itu dapat melihat gamamku. "Buang-lah," ujar wanita itu sambil ketawa" tadi apakah kau tidak berfikir panjang untuk meninggalkan sholatmu untuk mengekoriku kemari?" Tempelak wanita itu lagi. Akupun terdiam.

"Waktu maghrib sudah hampir selesai" kata wanita itu bernada sedikit menyindir. "Apa yang kau risaukan? Pergilah buangkan kunci itu, kau mau aku memuaskan nafsumu bukan?" Aku terus membuang kunci pintu tersebut ke dalam perigi, dan memperhatikan kunci itu jatuh. Perutku terasa bersimpul tatkala tidak ada lagi bunyi yang terdengar ketika kunci itu jatuh ke dalam lantai perigi. Aku berasa kagum, kemudian takut.

"Tibalah waktunya untuk melihat aku" kata wanita tersebut, dan dia mengangkat purdahnya untuk memperlihatkan wajah sebenarnya. Bukan wajah segar seorang gadis remaja, tapi yang aku lihat hanyalah wajah yang mengerikan, jijik, hitam dan keji, tanpa satu zarah cahaya kelihatan pada alur kedut ketuaannya" Pandang aku sungguh-sungguh!" kata wanita itu lagi.

"Namaku Dunia. Aku kekasihmu. Kau habiskan masamu mengejarku, sekarang kau telah memiliki diriku. Didalam kuburmu. Mari.... Mari...." Kemudian wanita itu tertawa dan terus tertawa, sehingga dia hancur menjadi debu, dan lilin itu padam satu per satu, dan kegelapanpun menyelubungi suasana.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar