Rabu, 30 November 2011

Pesan Terakhir Ayah | Sebuah kisah inspiratif

Sobat,
Apakah arti sebuah kehidupan bila kita tidak bisa membuat orang yang kita sayangin merasa bahagia dan mendapatkan sebuah tempat yang nyaman di akhir hidupnya.

Dulu,
Setiap pagi saya masih ingat ketika saya kecil, saya dan adik saya selalu berangkat dengan sebuah vespa tua milik ayah saya untuk pergi ke sekolah. Walaupun bunyinya tidak enak didengar, tapi itu lah kenangan terindah dalam hidup saya. mengapa? karena dengan sepenuh hati Ayah saya mengantarkan saya pergi ke sekolah. Setiap paginya ayah saya bangun di pagi hari untuk bersiap-siap mengantarkan saya, sedangkan ibu saya sibuk membuat kue yang akan dia perdagangkan di pasar sebagai satu-satunya mata pencarian yang menopang kehidupan keluarga kami walaupun ayah juga bekerja sebagai dokter rumahan tradisional.

Ayah saya adalah seorang pekerja yang mengandalkan jasanya untuk mengobati anak-anak yang sakit, ayah termasuk orang yang dhermawan. Iya dikenal luas oleh tetangga-tetangga saya sebagai orang yang baik hati karena terkadang menolong pasien yang datang dengan gratis karena tidak mampu, tidak heran ditempat saya yang lingkungannya masih terbelakang karena kebanyakan dari mereka adalah pedagang di pasar mengenal baik ayah saya. Ibu saya juga wanita tangguh dan tidak pernah malu berdagang kue di pasar, ia sadar keluarga kami sederhana dan hanyalah ini yang ia bisa lakukan agar saya dan adik saya tetap dapat bersekolah.

Saya tidak pernah tau mengapa ayah saya sering sekali bangun di pagi hari dan batuk tiada henti hingga selalu membuat saya terbangun dari tidur saya. Hal itu terjadi nyaris 3 tahun terakhir hingga saya lulus dari bangku sekolah dasar dan masuk sekolah menengah utama, sejak saat itu saya tidak pernah diantar oleh ayah saya karena saya bersekolah di siang hari sedangkan adik saya masih pergi bersama ayah. Ayah adalah orang yang mengutamakan orang lain, saya pernah ingat suatu ketika di malam hari seorang ibu datang mengetuk pintu kami disaat kami berisrihat bersama bayinya. Ibu itu menangis karena anaknya mengalami kesulitan bernafas, ayah saya dengan sigap menolong ibu itu walaupun saat itu bukan jam prakteknya. 

Merasa iba dengan cerita ibu muda itu yang mengaku kehilangan suaminya, ayah bukan hanya memberikan gratis pengobatan tapi juga membantu memberikan uang seadanya untuk ibu itu agar bisa membeli obat kepada anaknya, paginya saya mendekat pada ayah karena saya ingin memberi buku pelajaran baru dengan polos ayah mengaku uang yang ia siapkan untuk membeli buku baru saya telah diberikan kepada ibu yang bertandang ke rumah kami semalam. Saya sedih sekaligus marah tapi ayah mengingatkan saya bahwa buku saya masih bisa saya beli nanti bila ia berhasil mendapatkan uang, tapi saya mendapatkan satu pelajaran dari pengorbanan ayah kelak hari.
Keesokan paginya tidak seperti biasanya ayah batuk-batuk tiada henti hingga membuat kami cemas, ibu yang masih membuat kue sampai meninggalkan kuenya demi meminta tolong tetangga saya karena kondisi ayah sangat parah hingga batuk mengeluarkan darah. Saya bersedih hati ketika melihat beberapa tetangga saya pergi membawa ayah saya dan menyarankan saya bersama adik saya dirumah saja. Dengan cemas saya berpikir ayah akan kembali pada siang hari dan ternyata saya salah hingga ibu pulang seorang diri sambil mengatakan saya harus bersiap-siap berkunjung ke rumah sakit.

Ketika tiba di rumah sakit, saya melihat ayah sudah dalam keadaan tidak mampu berdiri dengan alat bantu pernafasan yang dihempaskan suster mengunakan tabung kecil ke mulutnya. Saya dan adik saya langsung menangis melihat keadaan itu, saya bertanya kepada ibu saya apa yang terjadi mengapa ayah bisa sampai diperlakukan demikian. Ibu mengatakan pada saya untuk mendekat pada ayah dan katakan hal yang ingin saya katakan pada ayah untuk terakhir kalinya. Saya tertenggun dan sadar bahwa ayah sedang menunggu saya untuk bicara, adik saya yang masih kecil seperti tidak terlalu mengerti keadaan ayah tapi ikut menangis.

Saya dekati ayah saya dan bertanya apakah ayah akan baik baik saja. Beliau tersenyum dan hanya mengeluarkan air mata, paman saya yang sudah memang sejak awal disana mengatakan kepada saya untuk bilang bahwa saya ikhlas dan harus mengatakan sebuah pesan terakhir untuk ayah saya, saya turutin permintaan paman saya dengan tangis terendap-endap saya berkata
” Papa, kalau memang papa harus pergi. Saya ihklas, saya janji untuk menjaga adik dan Mama. Dan akan menjadi anak yang berbakti !”
Ayah hanya mampu menuliskan pesan lewat tangannya
” Maafkan papa tidak bisa memberikan buku yang papa janjikan..”
Dan senyuman terakhir ayah saya menjadi kenangan terakhir pada saya, saya cium kakinya untuk terakhir kalinya dan usai pemakaman saya baru menyadari bahwa ayah saya mengidap kanker paru-paru. Saya bersyukur disaat kematian ayah saya banyak dari tetangga saya yang beraneka ragam ikut membantu prosesnya dan bahkan mereka juga memberikan bantuan dana untuk meringankan beban saya. Terdengar oleh saya dari seorang tamu yang datang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada ayah saya
” Dia ( ayah saya) adalah seorang dokter yang bisa menolong orang dengan baiknya tapi sayang dia tidak bisa menyadari apa yang terjadi dalam dirinya. Orang ini begitu mulia, lihatlah hampir semua pasien yang pernah ditolongnya datang untuk memberikan penghormatan”
Saya bangga sekaligus bersedih hati, ayah saya sukses sebagai seorang manusia yang mengajarkan saya tentang arti kehidupan dan menolong orang. Ibu saya mungkin orang yang paling mengalami cobaan paling hebat dalam hidupnya ketika harus menjadi tulang punggung sepenuh hati setelah ayah saya meninggal. Saya juga berjuang untuk membantu beban keluarga saya agar ibu saya bisa tertolong karena adik saya masih membutuhkan dana yang besar guna mendapatkan pendidikan sembilan tahun. Tapi syukuran kehidupan kami bisa berjalan dengan baik berkat ibu saya yang memang wanita luar biasa. 

Dewasa ini saya menjadi penulis novel dan salah satunya yang saya tulis adalah kisah perjuangan seorang anak melawan kanker seperti yang saya alami. Kisah yang saya tulis bukan semata mayang untuk menghibur tapi menyampaikan sebuah pesan dan kisah inspiratif, saya bersyukur bahwa saya berhasil untuk pesan saya ini. kisah yang saya tulis dalam novel saya telah membuat banyak orang terisnpirasi akan perjuangan dan arti kehidupan

Setelah saya menepati janji saya untuk menjadi anak yang berguna dan berbakti, Saya pun teringat oleh janji ayah saya kepada saya tentang buku yang akan ia janjikan, Saya merasa buku itu sudahlah tidak penting karena saya sudah jauh dari bangku pendidikan. Saya pun menyumbangkan sebagian hasil penjualan buku saya untuk memberikan kepada yang tidak mampu sebagai bentuk penepatan janji ayah saya pada saya. Saya ingin dia bahagia di alam sana dan menyadari bahwa janjinya kepada saya telah terpenuhi.
Ibu saya adalah orang yang paling berpengaruh dalam hidup saya hingga pada saat ini kebahagiaan saya adalah untuk memberikan hal paling indah yang bisa saya berikan kepadanya bersama adik saya. Dan merekalah cinta terakhir saya ..

Agnes Davonar.

AYAH
Ayah…
Hal terindah dalam hidupku adalah nafas yang kau berikan
Ayah……..
Hal terbaik dalam hidupku adalah kenangan bersamamu
Ayah…….
Hal yang bisa kulakukan terakhir untukmu hanyalah sebuah puisi ini

Kenanglah semua yang pernah ada dalam hidup kita
Karena hanya itulah tali yang mengikat hubungan kita
Apapun yang terjadi dalam hidupku kelak
Kau adalah pencipta langkahku
Sekarang dan selamanya.
 >>  Saya ambil dari postingan teman di salah satu grup

Tidak ada komentar:

Posting Komentar