Pesan Terakhir Ayah | Sebuah kisah inspiratif
 Sobat, 
 Apakah arti sebuah kehidupan bila kita tidak bisa membuat orang yang  kita sayangin merasa bahagia dan mendapatkan sebuah tempat yang nyaman  di akhir hidupnya.
   
 Dulu,
 Setiap pagi saya masih ingat ketika  saya kecil, saya dan adik saya selalu berangkat dengan sebuah vespa tua  milik ayah saya untuk pergi ke sekolah. Walaupun bunyinya tidak enak  didengar, tapi itu lah kenangan terindah dalam hidup saya. mengapa?  karena dengan sepenuh hati Ayah saya mengantarkan saya pergi ke sekolah.   Setiap paginya ayah saya bangun di pagi hari untuk bersiap-siap  mengantarkan saya, sedangkan ibu saya sibuk membuat kue yang akan dia  perdagangkan di pasar sebagai satu-satunya mata pencarian yang menopang  kehidupan keluarga kami walaupun ayah juga bekerja sebagai dokter  rumahan tradisional.
   
 Ayah saya adalah seorang pekerja yang  mengandalkan jasanya untuk mengobati anak-anak yang sakit, ayah termasuk  orang yang dhermawan. Iya dikenal luas oleh tetangga-tetangga saya  sebagai orang yang baik hati karena terkadang menolong pasien yang  datang dengan gratis karena tidak mampu, tidak heran ditempat saya yang  lingkungannya masih terbelakang karena kebanyakan dari mereka adalah  pedagang di pasar mengenal baik ayah saya. Ibu saya juga wanita tangguh  dan tidak pernah malu berdagang kue di pasar, ia sadar keluarga kami  sederhana dan hanyalah ini yang ia bisa lakukan agar saya dan adik saya  tetap dapat bersekolah.
   
 Saya tidak pernah tau mengapa ayah saya  sering sekali bangun di pagi hari dan batuk tiada henti hingga selalu  membuat saya terbangun dari tidur saya.  Hal itu terjadi nyaris 3 tahun  terakhir hingga saya lulus dari bangku sekolah dasar dan masuk sekolah  menengah utama, sejak saat itu saya tidak pernah diantar oleh ayah saya  karena saya bersekolah di siang hari sedangkan adik saya masih pergi  bersama ayah. Ayah adalah orang yang mengutamakan orang lain, saya  pernah ingat suatu ketika di malam hari seorang ibu datang mengetuk  pintu kami disaat kami berisrihat bersama bayinya. Ibu itu menangis  karena anaknya mengalami kesulitan bernafas, ayah saya dengan sigap  menolong ibu itu walaupun saat itu bukan jam prakteknya. 
   
 Merasa iba  dengan cerita ibu muda itu yang mengaku kehilangan suaminya, ayah bukan  hanya memberikan gratis pengobatan tapi juga membantu memberikan uang  seadanya untuk ibu itu agar bisa membeli obat kepada anaknya, paginya  saya mendekat pada ayah karena saya ingin memberi buku pelajaran baru  dengan polos ayah mengaku uang yang ia siapkan untuk membeli buku baru  saya telah diberikan kepada ibu yang bertandang ke rumah kami semalam.   Saya sedih sekaligus marah tapi ayah mengingatkan saya bahwa buku saya  masih bisa saya beli nanti bila ia berhasil mendapatkan uang, tapi saya  mendapatkan satu pelajaran dari pengorbanan ayah kelak hari.
  Keesokan paginya  tidak seperti biasanya ayah batuk-batuk tiada henti  hingga membuat kami cemas, ibu yang masih membuat kue sampai  meninggalkan kuenya demi meminta tolong tetangga saya karena kondisi  ayah sangat parah hingga batuk mengeluarkan darah.  Saya bersedih hati  ketika melihat beberapa tetangga saya pergi membawa ayah saya dan  menyarankan saya bersama adik saya dirumah saja.  Dengan cemas saya  berpikir ayah akan kembali pada siang hari dan ternyata saya salah  hingga ibu pulang seorang diri sambil mengatakan saya harus bersiap-siap  berkunjung ke rumah sakit.
   
 Ketika tiba di rumah sakit, saya melihat  ayah sudah dalam keadaan tidak mampu berdiri dengan alat bantu  pernafasan yang dihempaskan suster mengunakan tabung kecil ke mulutnya.  Saya dan adik saya langsung menangis melihat keadaan itu,  saya bertanya  kepada ibu saya apa yang terjadi mengapa ayah bisa sampai diperlakukan  demikian.  Ibu mengatakan pada saya untuk mendekat pada ayah dan katakan  hal yang ingin saya katakan pada ayah untuk terakhir kalinya. Saya  tertenggun dan sadar bahwa ayah sedang menunggu saya untuk bicara, adik  saya yang masih kecil seperti tidak terlalu mengerti keadaan ayah tapi  ikut menangis.
   
 Saya dekati ayah saya dan bertanya apakah ayah akan  baik baik saja.  Beliau tersenyum dan hanya mengeluarkan air mata, paman  saya yang sudah memang sejak awal disana mengatakan kepada saya untuk  bilang bahwa saya ikhlas dan harus mengatakan sebuah pesan terakhir  untuk ayah saya, saya turutin permintaan paman saya dengan tangis  terendap-endap saya berkata
 ” Papa, kalau memang papa harus pergi.  Saya ihklas, saya janji untuk menjaga adik dan Mama. Dan akan menjadi  anak yang berbakti !”
 Ayah hanya mampu menuliskan pesan lewat tangannya 
 ” Maafkan papa tidak bisa memberikan buku yang papa janjikan..”
 Dan senyuman terakhir ayah saya menjadi kenangan terakhir pada saya,  saya cium kakinya untuk terakhir kalinya dan usai pemakaman saya baru  menyadari bahwa ayah saya mengidap kanker paru-paru. Saya bersyukur  disaat kematian ayah saya banyak dari tetangga saya yang beraneka ragam  ikut membantu prosesnya dan bahkan mereka juga memberikan bantuan dana  untuk meringankan beban saya. Terdengar oleh saya dari seorang tamu yang  datang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada ayah saya
 ”  Dia ( ayah saya) adalah seorang dokter yang bisa menolong orang dengan  baiknya tapi sayang dia tidak bisa menyadari apa yang terjadi dalam  dirinya. Orang ini begitu mulia, lihatlah hampir semua pasien yang  pernah ditolongnya datang untuk memberikan penghormatan”
 Saya bangga  sekaligus bersedih hati, ayah saya sukses sebagai seorang manusia yang  mengajarkan saya tentang arti kehidupan dan menolong orang.  Ibu saya  mungkin orang yang paling mengalami cobaan paling hebat dalam hidupnya  ketika harus menjadi tulang punggung sepenuh hati setelah ayah saya  meninggal.  Saya juga berjuang untuk membantu beban keluarga saya agar  ibu saya bisa tertolong karena adik saya masih membutuhkan dana yang  besar guna mendapatkan pendidikan sembilan tahun.  Tapi syukuran  kehidupan kami bisa berjalan dengan baik berkat ibu saya yang memang  wanita luar biasa. 
   
 Dewasa ini saya menjadi penulis novel dan salah  satunya yang saya tulis adalah kisah perjuangan seorang anak melawan  kanker seperti yang saya alami.  Kisah yang saya tulis bukan semata  mayang untuk menghibur tapi menyampaikan sebuah pesan dan kisah  inspiratif, saya bersyukur bahwa saya berhasil untuk pesan saya ini.  kisah yang saya tulis dalam novel saya telah membuat banyak orang  terisnpirasi akan perjuangan dan arti kehidupan
   
 Setelah saya  menepati janji saya untuk menjadi anak yang berguna dan berbakti, Saya  pun teringat oleh janji ayah saya kepada saya tentang buku yang akan ia  janjikan,  Saya merasa buku itu sudahlah tidak penting karena saya sudah  jauh dari bangku pendidikan.  Saya pun menyumbangkan sebagian hasil  penjualan buku saya untuk memberikan kepada yang tidak mampu sebagai  bentuk penepatan janji ayah saya pada saya.  Saya ingin dia bahagia di  alam sana dan menyadari bahwa janjinya kepada saya telah terpenuhi.
  Ibu saya adalah orang yang paling berpengaruh dalam hidup saya hingga  pada saat ini kebahagiaan saya adalah untuk memberikan hal paling indah  yang bisa saya berikan kepadanya bersama adik saya.  Dan merekalah cinta  terakhir saya ..
  
 Agnes Davonar.
  
 AYAH
  Ayah…
 Hal terindah dalam hidupku adalah nafas yang kau berikan
 Ayah……..
 Hal terbaik dalam hidupku adalah kenangan bersamamu
 Ayah…….
 Hal yang bisa kulakukan terakhir untukmu hanyalah sebuah puisi ini
 
 Kenanglah semua yang pernah ada dalam hidup kita
 Karena hanya itulah tali yang mengikat hubungan kita
 Apapun yang terjadi dalam hidupku kelak
 Kau adalah pencipta langkahku
 Sekarang dan selamanya.
    >>  Saya ambil dari postingan teman di salah satu grup 
 
 
 
          
      
 
  
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar